Minggu, 15 Februari 2009

Iinchoo, aishiteru...

Sosoknya menghilang dari pandanganku ketika hujan sedang turun. Mataku tidak bisa melihat dengan jelas karena selain hujan turun dengan deras, terdapat juga kabut tipis yang menghalangi mata.

Aku tetap duduk di bawah halte bus. Kursi halte terasa dingin. Tidak basah, tapi sangat dingin. Kopi hangat yang ada di tanganku masih belum kusentuh. Wajahku terasa geli dan panas. Apa mungkin ini yang namanya tersipu? Ibu, tolong beritahu aku...

***

"Aku pulang!" Pintu apartemen kubuka dan terdengar suara decitan yang khas untuk beberapa saat. "Hai, ayah!" Sapaku pada seorang laki-laki dengan rambut gondrong sebahu di depanku. Yah, kalau kamu melihatnya pertama kali, kamu pasti mengira dia adalah seorang wanita. Tapi dia itu laki-laki, dia A-Y-A-H-ku! Ayahku memang seorang laki-laki cantik.

"Hei, selamat datang, Aiko!" Ayah tersenyum. Sungguh membuat iri. Padahal dia itu laki-laki tapi kenapa dia bisa cantik begitu sih?

"Hmm, bau kare. Ayah hari masak kare?"

"Iya. Kau lupa? Hari ini kan peringatan 5 tahun meninggalnya ibumu. Ayah memasak kare karena ibumu kan suka kare."

"Tapi, aku juga boleh memakannya kan?"

"Ya, tentu saja."

"Horee!"Seruku gembira.

"T-A-P-I!!! Kamu mandi dulu. Ayah tidak mau memberikannya kalau kamu belum mandi! Nanti karenya bisa ketularan baunya!"Ujar ayah sambil menyerahkan handuk kesayanganku. "Jangan harap bisa dapat bagian kalau kamu belum mandi!"

Aku tersenyum bandel. Aku tahu kalau ayah cuma bercanda.

Di dalam kamar mandi, ternyata ayah sudah menyiapkan air hangat untuk mandi. Ayah memang baik. Tapi terkadang, ayah sering over protective. Bahkan rasanya, ayah sudah seperti ibuku sendiri. Ayah sangat pintar memasak. Dulu, sewaktu ibu masih hidup, ayah dan ibu sering bertanding masak. Dan aku yang menjadi jurinya. Masakan mereka sama-sama enak. Jadi, dalam pertandingan kecil-kecilan itu tidak bisa diprediksikan siapa pemenangnya. Dalam pertandingan itu, gelak-tawa sering mewarnainya.

Aku menuangkan aroma therapy oil untuk mandi. Lalu, aku merendam diriku ke sana. Bau aroma therapy menyebar ke seluruh kamar mandi.

Ibuku sudah meninggal akibat Leukimia yang dideritanya. Aku tidak tahu pasti kapan ibu mulai terserang penyakit itu. Yang pasti, selama 6 bulan ibu harus dirawat di rumah sakit. Aku masih ingat sekali betapa sedihnya aku waktu itu. Saat ibu meninggal, aku masih ada sekolah. Tiba-tiba datanglah seorang guru datang memanggilku. Ia menyuruhku untuk segera mengambil tas dan ikut dengannya ke rumah sakit. Saat itu, hatiku sudah galau karena membayangkan apa yang terjadi dengan ibuku saat itu. Sesampainya di rumah sakit, aku melihat wajah ayah yang menahan sedih, duduk di kursi ruang tunggu sambil terus menunduk. Begitu melihatku, aku langsung dirangkulnya dengan kuat. Seperti tidak ingin melepaskan aku lagi.

"Aiko, ibumu sudah pergi... Ayah mohon jangan tinggalkan ayah..."

Kata-kata ayah terus terngiang di kepalaku bila kuingat saat-saat terakhirku melihat ibu. Ayah sepertinya khawatir bila aku nantinya akan mengikuti ibu, pergi meninggalkannya. Ah, kini sudah 5 tahun aku berpisah dengan ibu. Dan semua itu kulalui tanpa terasa.

***

"Aiko! Aiko!"Seru Ayumi. Gadis berkepang dua model buntut kuda itu berlari kecil menghampiriku.

"Ada apa sih, Ayumi. Heboh banget!" Kataku. Ayumi hanya tersenyum.

"Aku tambah eneg melihat wajah si ketua OSIS itu. Menyebalkan! Kok dia bisa terpilih gitu, ya?"

"Eneg bagaimana?"Tanyaku aneh.

"Dia itu apa nggak punya kaca di rumahnya, ya? Dia itu gayanya itu-ituuu.. saja. Norak!"Ejek Ayumi.

"Ya, jangan begitu dong ngomongnya."

"Aku pikir gimana dia bisa punya pacar kalo gitu, ya? Mana ada yang mau sama dia!"

"Mungkin... mungkin saja dia... bisa laku..."

"Mana mungkin! Lain halnya kalo dia terkenal kayak Aiko. Aiko itu kan cantik dan pintar, jadi banyak dong penggemarnya!"Ujar Ayumi panjang-lebar membanding-bandingkan aku dan ketua OSIS yang dimaksud itu.

Di sekolahku, aku sangat terkenal. Bukannya mau menyombongkan, tapi itulah keadaannya. Aku dijuluki Kirei hime dan primadona sekolah. Mereka bilang aku ini pintar dan cantik. Setiap hari, sepertinya makin banyak orang yang menyatakan cinta padaku. Jujur saja, hal itu sangat merepotkan.

Ada juga seorang laki-laki culun berkacamata yang usianya lebih tua satu tahun di atasku. Meski pintar, dia itu culun dan norak. Banyak yang bilang kalau dia itu adalah murid terjelek di sekolahku. Fuuh... Ada-ada saja...

Kejadian bulan lalu membuat pandanganku terhadapnya berubah.
Saat itu aku sedang duduk di halte bus sendirian karena saat itu sedang hujan deras. Celakanya, aku lupa membawa payung! Aku sangat kebingungan saat itu. Mengingat aku sudah berjanji pada ayah untuk pulang cepat saat itu. Di saat-saat itulah aku melihat si ketua OSIS. Dia memberiku secangkir kopi hangat.

"Hei, minum ini. Kamu akan merasa lebih baik."

Belum sempat aku berterima kasih, dia sudah pergi. Pergi meninggalkan aku sendiri di tengah hujan.

Hiro Nagasawa.

Nama itu selalu membuatku salah tingkah. Aku... aku menyukainya! Tentu saja ini adalah TOP SECRET antara aku dan diriku sendiri saja. Karena, bila teman-teman satu sekolah mengetahui hal ini. Aku yakin akan ada keributan besar di sekolah.

"Aiko? Kenapa wajahmu memerah begitu?"Tanya Ayumi membuyarkan lamunanku.

"Tidak ada apa-apa kok! Iya, tidak ada apa-apa! Hahahahaha...!"

"Tapi kamu kelihatan mencurigakan nih, Aiko..."

"Aku cuma berpikir kalau Hiro Nagasawa itu keterlaluan sekali ya noraknya! Jelek sekali!"Seruku.

"Ai... Aiko..." Ayumi menginjak kakiku. Barulah aku sadar kalau si ketua OSIS ada di sana.

Habislah aku...

Dia pasti akan membenciku!




~To Be Continued~




Glitter Words
[Glitterfy.com - *Glitter Words*]

2 komentar :

  1. HaruD mengatakan...

    aiiiiiiiiiiii
    kawaiiiiiiii
    hehehehehe
    mana lanjutanya
    kl aku udah terbayang2 nih kelanjutanya
    ^^
    dilanjutin yahhhh

  2. LimaLimaLimaLimaLima mengatakan...

    ditunggu lanjutannya