Kamis, 05 Maret 2009

Iinchoo, aishiteru... Panic#2

"Aiko... Aiko... makan malam sudah siap lho, ayo makan..."

Ayah mengetuk pintu kamarku beberapa kali.

"Aiko?"

Aku mengurung diri dalam kamar. Aku menyembunyikan wajahku dengan selimut tebal warna pink tua.

"Sebentar lagi, Yah..." Kataku lesu dan bergetar. Keadaan itu kontan membuat ayah semakin khawatir.

"Aiko? Kamu sakit?"

"Tidak, Yah. Aku hanya sedang capek saja."

"Oh, begitu. Ayah turun duluan ya. Kamu cepatlah makan malam!"

Duk-duk-duk
A
Terdengar langkah kaki ayah yang menuruni tangga dengan terburu-buru. Aku mengintip dari balik selimut. Kulihat sekeliling kamarku. Gelap, panas, dan cocok untuk hatiku yan sedang sedih dan kecewa. Malu. Aku benar-benar malu. Aku... aku secara tidak sadar mengejek orang yang aku sukai.

Aku teringat kejadian tadi siang...

"Ke... ketua..."Kataku terbata.

Hiro Nagasawa hanya terdiam. Meski raut wajahnya tampak seperti tidak ada apa-apa tapi, aku tetap merasa tidak enak.

"A... aku..." Aku mencoba minta maaf tapi sebelum aku menyelesaikan kata-kataku, Hiro sudah memotng kalimatku.

"Menertawakan orang itu memang enak, ya?" Katanya sambil tersenyum sinis. Aku terpana. "Kekurangan sendiri jadi tertutupi. Menyenangkan 'kan Furukawa Aiko?"

Aku terdiam. Kemudian dengan santainya dia berjalan meninggalkan aku dan Ayumi.

"Aduh... Aiko... gimana nih? Ketahuan ketua, 'kan???" Ayumi kelihatannya takut sekali. "Dia ketua OSIS, lho..."

"Bukan hanya itu... dia itu orang yang aku..." Aku mengetahui kalau aku teruskan pembicaraan ini maka perasaanku akan diketahui oleh Ayumi dan itu artinya tanda-tanda kehancuran hidupku. Aku malu sekali. Perasaanku terasa berputar-putar. Malu... kecewa... marah pada diri sendiri... Aku berlari meninggalkan Ayumi.

"Aiko?!!" Ayumi berteriak memanggilku, tapi aku tetap berlari. Tentu saja, kalian akan melakukan hal yang sama bila rahasiamu hampir terbongkar!

Aku membuka pintu kamarku perlahan. Di bawah sudah ada ayah yang menonton TV. Ruang makan ada di belakang ruang keluarga, jadi bila ingin menonton TV sambil makan, kau bisa melakukannya dengan mudah.

"Makanlah yang banyak biar kamu bisa mengisi kekuatanmu, Aiko!"Ujar ayah sambil tersenyum.

"Iya."

***

"Kenapa kamu kemarin pergi begitu saja, sih, Aiko?"Tanya Ayumi.

Saat itu kami sedang ada pertukaran pelajaran dan kami harus ke laboratorium untuk pelajaran kimia.

"Ah, aku hanya teringat sesuatu yang penting."

"Penting? Apa itu?"

"Wah, aku tidak bisa menceritakannya. Terlalu pribadi."

"Begitukah?"

"Ya."

"Kamu yakin tidak mau membicarakannya padaku?"

"Ya."

"Kamu harus tahu, Aiko. Ketua seperti tersinggung sekali padamu."Ayumi menatapku serius.

"Ah, a... aku tidak sengaja bilang begitu. Kebetulan saja dia datang...,"aku menjelaskan. Ayumi menatapku dalam-dalam sambil menghela napas.

"Kamu harus minta maaf." Ayumi menepuk pundakku.

"Tapi... kemarin saat aku mau minta maaf, dia sudah memotong kalimatku duluan...."

"Minta maaf, ok? Daripada dia salah paham... Kamu bisa dibencinya. Dan kesempatan supaya bisa jadi pacarnya bisa berkurang!"

"Be... benar juga."

Aku tiba-tiba tersadar akan sesuatu. Ah, sesuatu yang penting!

"Darimana kamu tahu kalau aku... suka... dia...?"Tanyaku sambil ternganga.

"Wah, aku sudah tahu dari dulu kok. Percuma kalau kamu menyembunyikannya! Aku sudah tahu!"Kata Ayumi. "Aku tidak bilang pada siapapun. Sebab, itu pribadi kan?"

"Ng...." Aku mengangguk sambil tersenyum malu.

"Kapan kamu mau mendapatkan dia?"

"Maksudmu?"

"Ya... N-E-M-B-A-K..."

"Aku tidak tahu..."

"Dasar!" Ayumi melotot. Pandangannya serius. "Sebaiknya kamu tembak, nanti kamu bisa ngelupain dia duluan lho..."

"Kok gitu?"

"Soalnya... mana ada yang mau sama dia, dia nggak bakal diambil orang lain... kalo pun ada pasti terpaksa ngambil dia..." Ayumi terkikik.

"Kamu tuh yang dasar!"

***

Langit senja begitu indah saat aku pulang sekolah. Sekolah sudah sepi. Ya, terang saja karena yang lainnya sudah pulang. Aku terlambat karena harus membantu wali kelasku, Hanamori-sensei. Aku sedikit kesepian sebab hari tak ada orang yang menemaniku pulang. Biasanya, sih, Ayumi yang pulang bersamaku.

"Oi, cewek. Pulang sendiri?"

Aku menoleh ke arah datangnya suara. Seorang laki-laki yang menurutku keren datang menghampiri. Dari penampilannya, sepertinya dia bukan anak berandalan.

"Kamu Furukawa Aiko kan?"Tanya cowok itu.

"Ya, ka... kamu siapa? Apa kita pernah bertemu?"Aku balik tanya. Cowok itu hanya tersenyum.

"Kenalkan...,"katanya sambil menyodorkan tangannya. "Hinata Nagasawa."

"Ya, senang berkenalan." Aku memperhatikan wajahnya. Rasanya aku pernah melihatnya. Tapi dimana, ya?

"Kita pernah bertemu kok. Hanya saja... kamu nggak tahu."

"Aku juga merasa kita pernah bertemu. Tapi aku tidak tahu kapan..."

"Hahahahaha..."

Ya, aku pernah bertemu dengannya. Tapi kapan dan dimana? Atau dulu aku mengenalnya? Dulu... sekali? Ah, tidak. Aku tidak kenal dia. Hanya saja... dia mirip dengan seseorang...

"Aku... menyukaimu..."

Aku terkejut.

"Sudah lama sekali..."

Hinata tersenyum lembut.

"Mau coba pacaran denganku?"

Angin sepoi berhembus. Tapi wajahku memerah...

'Bagaimana ini???'

***

Seseorang bersembunyi di balik pohon. Matanya menatap ke arah kejadian itu.

"Dasar Hinata!" Katanya sambil membenarkan kacamatanya.


To Be Continued...




Glitter Words
[Glitterfy.com - *Glitter Words*]