Sabtu, 25 April 2009

Iinchoo, aishiteru... The End of the Panic

Angin sepoi masih berembus lembut. Bagi kebanyakan orang, kelembutan tersebut adalah pertanda yang baik. Namun bagiku yang sedang dalam keadaan seperti ini, angin itu tak lebih dari hembusan iseng.

Aku masih tertegun dengan pengakuan cinta seorang cowok yang sama sekali belum ku kenal.

"Jadi...," katanya. "Bagaimana menurutmu? Kamu mau tidak jadi pacarku?" Tanyanya.

Aku masih bengong. Sungguh! Pikiranku langsung kosong saat itu. Ketika keadaanku seperti itu, aku merasa kalau Hinata, cowok urakan itu mendekat dan semakin dekat. Kontan saja aku panik!

"HENTIKAN!!!" Jeritku sambil mendorong cowok itu sampai mundur agak jauh dariku.

"Ada apa?" Tanyanya sambil tersenyum iseng.

"Sebentar!"

Jeda sejenak. Kami saling berpandangan.

"KAMU PIKIR KAMU SIAPA, HAH?!" Teriakku. "Belum apa2 sudah main dekat2an!"

"Oh, aku pikir kamu ragu akan ketulusanku, jadi yaa..."

Dia tidak sangup melanjutkan kalimatnya karena aku sudah terlanjur memotong kalimatnya.

"Ragu?! Aku bahkan sudah memutuskan!"

"Jadi?"

"Aku menolak!!!"

Hinata tertegun. Lebih tepatnya shock karena mungkin penolakanku seperti benturan keras di kepalanya.

"Apa maksudmu? Kamu... kamu cewek pertama yang menolakku..."

"Wah, wah, wah... berarti aku adalah yang pertama. Terima kasih. Tapi, simpan saja ucapan selamatmu karena itu tidak berarti apa-apa..." Aku berbalik dan melangkah pulang. Kupikir dia akan menyerah, tapi sepertinya tidak. Ia menarik lenganku hingga mau tak mau aku harus mengikuti pembicaraan dengannya lagi.

"Lalu, apa alasanmu hingga menolakku?"

Aku terdiam. Waduh, aku kan sedang ada dalam masalah cinta, kenapa pertanyaan yang mau tak mau harus memberikan jawaban seperti itu harus terlontar sih? Fuuh... terpaksa jujur deh...

"Aku... sedang menyukai seseorang..."

"Sudah pacaran?" Tanyanya.

Lagi-lagi pertanyaan yang menyakitkan!

"Belum..."

Kami berdua terdiam, begitu kulihat wajahnya. Sebuah senyum lebar sudah menghiasi wajahnya.

"Kalau begitu... pacaran saja denganku. Dari gayamu berbicara, sepertinya kamu lagi bertepuk sebelah tangankan?" Ujarnya.

Jujur saja, aku agak tertekan dengan kata "bertepuk sebelah tangan".

"Dari pada mengejar yang nggak pasti, lebih baik terima pernyataan cintaku."

"Benar juga..."

"HEH?"

"Dasar cowok gampangan! Kamu pikir aku serius? Tidak, untuk mengejar yang tidak pasti itulah, aku harus bersabar!"

Secepat kilat aku berlari meninggalkan Hinata sendiri. Dalam hatiku, aku yakin dia pasti menyerah. Yah, kalau kita memang nggak mau, apa harus dipaksakan?

***

Kenapa nasib sial harus berpihak padaku sih???

"Namaku Hinata Nagasawa. Salam kenal."

Sapaan perkenalan itu ditutup dengan sebuah senyuman khas yang membuat hampir seluruh siswi di kelasku menjerit sambil tersipu malu.

'HUH! Apaan cowok kayak gitu?!' Pikirku.

"Hai, kita memang berjodoh, ya. Bisa satu kelas dan bangkunya bersebelahan,"Hinata tersenyum menggoda.

"You wish. Mau keadaannya bagaimana kek, percuma sajalah. Aku tetap akan mengejar orang yang kusukai!"

"Fuh, kupikir kamu sudah berubah pikiran..."

***

Hari sudah begitu melelahkan! Bayangkan saja, sudah 3 hari Hinata Nagasawa pindah ke sekolahku, dia sudah berulah dengan membuat orang2 berpikiran kalau aku "jadian" dengannya. Berita itu tersebar karena selama 3 hari ini dia selalu mengikutiku kapan saja dan dimana saja.

"SUDAH KUBILANG KAN DARI KEMARIN? BERHENTI MENGIKUTIKU!!!"Teriakku. Dan seperti biasa, dia hanya cengengesan.

"Kamu akan kuuikuti terus sampai kamu mau jadi pacarku."

"Tapi jangan sekarang! Aku kan sedang ada rapat OSIS tahu!"

Seluruh anggota OSIS yang ada di dalam ruangan melihat dengan aneh ke arah kami berdua. Termasuk Hiro Nagasawa. Habislah sudah! Harapanku bisa "jadian" dengan Hiro pasti musnah!

"Ehem, Furukawa, kalau kamu mau berpacaran, jangan di sini. Kita sedang rapat OSIS tahu?!"Tegur Hiro.

"Maaf, akan kuusir dia sekarang juga."

Aku mendorong Hinata agar keluar.

"Pergi saja kamu, berhentilah menggangguku!" Bisikku.

Namun, dia hanya tersenyum iseng dan menguatkan dirinya agar tidak terdorong.

"Tidak akan..."

"Cukup! Kamu pergilah bersama dia juga! Kamu sudah gagal menjadi anggota OSIS. Sekarang kamu bebas, pergilah kemana pun kamu mau!"Teriak Hiro yang kesabarannya sudah habis.

Aku terdiam. Jujur saja kalimat Hiro tadi membuatku terpukul. Aku pun menyambar task dan berlari keluar ruangan. Di luar, Hinata Nagasawa berdiri sambil tersenyum iseng.

"Yuk, pulang!"Katanya dengan nada mengajak. Ia menggenggam tanganku dan menarikku. Ia sepertinya sudah menunggu-nunggu aku.

"Hentikan..."

"Apa?"

"Sudah hentikan!!!"Teriakku.

"Apa maksudmu?"

Kutepis tangannya dengan kasar. Dan ia hanya tertegun.

"Kamu pikir, aku senang dengan semua hal menjengkelkan, merepotkan yang kamu buat?! Tidak! Sekarang hentikan!"

"Tidak akan, karena aku sudah sangat menyukaimu, jadi..."

"LALU? Kamu pikir aku akan terharu dan menerima semua ini? Lupakan!!!" Teriakku histeris. "Aku tidak bisa menerima ini. Kamu sudah menghancurkan semuanya!"

Dia terdiam.

"Kamu sudah menghancurkan semuanya. Menghancurkan harapanku agar bisa pacara dengan Hiro. Aku tidak peduli lagi! Aku menyukai Hiro dan selalu berharap agar bisa jadi pacarnya, dan semua itu kau hancurkan dengan mudah!" Aku meneteskan air mataku. Pedih sekali rasanya, dibenci orang yang kita cintai.

"Benarkah itu, Furukawa?"

Aku menoleh ke arah datangnya suara. Kulihat berdirilah Hiro. Sementara, para anggota OSIS menonton dari balik jendela ruangan. Aku pun tersadar akan suatu hal.

Berarti... dari tadi melihatku dong? Aduh, malunya! Berarti... tentang perasaanku sama Hiro...?

"Oi, Hinata! Kamu ini kejam sekali, masa' membuat nangis cewek?" Hiro membuka kaca matanya perlahan.

"Sori, bro! Aku pikir dia sama kayak cewek biasanya yang jadi suka kalo udah dideketin..."

"Maafkan adikku, ya. Furukawa...."

Aku terbengong-bengong melihat hal itu. Ah, akhirnya menyadari sesuatu. Hiro dan Hinata adalah saudara kembar???

"A... anu..."

"Furukawa..."Hiro mendekatiku dan membelai rambutku. "Aku tidak menyangka bisa ditembak. Apalagi yang nembak cewek yang aku sukai. Dan lagi dengan cara yang konyol. Hahaha..."

Ia kemudian mendekatkan bibirnya ke pipiku.

"Na... Nagasawa?"

Aku merasakan kalau ada yang menyentuh pipiku.

"Jangan terkejut, ya. Aku memang sudah lama menyukaimu."

"Ja... jadi, maksudmu?"

"We are a couple now..." Ia tersenyum.

Kurasa, para anggota OSIS atau mungkin siswa lain yang melihat hal itu ikut menyadari sesuatu. Yaitu, bahwa Hiro Nagasawa, adalah salah satu cowok terkeren di sekolah.

Aku merasa sangat bahagia. Aku langsung memeluk Hiro sambil menangis. Tapi, hei! Itu bukanlah tangis kesedihan! Itu adalah tangis bahagia.
-END-





Glitter Words
[Glitterfy.com - *Glitter Words*]

5 komentar :

  1. Eri Fin DinaShia mengatakan...

    AKhirnyaaaa~~~ Dilanjutkan jugha. Wohohohoh... TT__TT

    Terharu aq~~~

    Tapi, kaya'nya acara nembaknya kok gampang banget. Mengingat si Hiro punya sikap tertutup sama orang dan dengan mudahnya dia berkata, "We are couple now,"

    Yah, ini cuma pendapatku, sich.

  2. Fauzia Ramadhanti mengatakan...

    hohoho.. ntr klo kpanjangan mrah lgi...
    eri...udh lma nggak ym-an lagi yah...doain saya biar lulus yah...
    :D

  3. admin GM mengatakan...

    slam persahabatan freen

  4. admin GM mengatakan...

    hahaha,,, asik juga cerpen na

  5. Awal Sholeh mengatakan...

    gak ikutin bertinya yah saya ketinggalan.

    http://awalsholeh.blogspot.com/2009/05/review-tentang-cad-dan-penjelasan.html

    salam knl